Milih kuliah tuh menurut gua salah satu proses pendewasaan. Toh lu yang pilih sendiri kan mau kuliah disini? Ya dinikmati aja walaupun pasti akan ada saat-saat terendah yang harus lu lewati. Kalau semua dinikmati waktu bakal kerasa cepet, kan?
- Ini kata Qatrunnada Salsabila 2 tahun yang lalu, yang baru bertemu 2 atau 3 studio.
Gua tidak pernah setidaksuka ini pada sesuatu dan menyerah ditengah jalan sebelum masuk arsitektur. Well, I'm fucked up. H-2 presentasi akhir, gua menyerah dan di hari presenstasi gua mengurung diri di rumah karena perkerjaan yang tak kunjung usai. Udah cukuplah gua nangis-nangis karena capek, sampai akhirnya nyokap memutuskan untuk menyuruh gua untuk berhenti nugas dulu. I'm mentally drained and unstable that night dan berlanjut kepada keanehan keesokan harinya dimana tubuh gua menggigil sepanjang hari yang akhirnya menghambat pekerjaan gua.
Memang mengerjakan sesuatu dengan terpaksa tidak akan pernah berakhir baik untuk gua. Gua adalah orang yang sangat perfeksionis dan kebanyakan mikir. Di satu sisi itu bisa jadi hal yang baik, dimana seharusnya kerjaan gua akan sangat detail dan rapih juga terstruktur. Yang jadi masalah saat ini adalah otak gua terlalu berisik, sampai-sampai gua sendiri gatau apa yang sebenarnya gua inginkan. Sepertinya gua sudah terlalu lama memendam kebencian terhadap studi gua di kampus, terutama untuk studio perancangan.
Gua merasa baik-baik saja untuk mata kuliah lain, bahkan bisa dibilang beberapa nilai dan capaian untuk kelas-kelas minor tersebut cukup baik. Ketertarikan gua terhadap ilmu-ilmu turunan dari arsitektur menurut gua juga tinggi. Masalahnya adalah studio di arsitektur lebih penting dari segalanya dan itu makan banyak banget SKS, 6-9 SKS, jadi jangan heran kalau liat IPK tiba-tiba terjun bebas karena gagal 1 kelas. Well, gua dulu sangat tidak peduli dengan nilai, karena gua percaya ilmu akan membawa gua kemana saja gua mau. Ilmu jelas lebih berguna dibanding dengan angka. Masalahnya adalah angka adalah hal pertama yang dilihat orang untuk menjudge lo, apakah lo cukup pintar dan capable atau bahkan sebenernya lo memang tidak bisa apa-apa. Ketakutan gua tidak bisa dapat pekerjaan yang gua inginkan dan kesempatan untuk melanjutkan studi lama kelamaan menggerogoti gua dan gua sadar ini sudah sangat tidak baik.
Ketidaksukaan gua ini sebenernya sudah menjangkiti gua sejak lama, tapi gua masih coba untuk bertahan walaupun pada akhirnya gua lebih banyak lari. Gua sampai pada satu titik kalau gua sadar gua emang ga bisa melanjutkan ini dengan baik. Gua sampe pernah nanya-nanya orang sebenarnya apa sih kelebihan dan kekurangan gua dalam bekerja maupun bersosialisasi sampai akhirnya dulu gua dengan beraninya daftar untuk melanjutkan studi di arsitektur. Well, tanggapan orang-orang aneh banget terhadap pertanyaan gua. Banyak yang mikir gua sedang "kenapa-kenapa". Ya emang aneh sih mendapati orang tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang sangat random secara tiba-tiba. Tapi dari semua itu gua tau kalau sebenarnya menurut orang gua ini cukup persisten dalam bekerja, gua akan mengejar yang mau gua capai, gua cukup cepat beradaptasi di lingkungan baru, dan punya basic yang cukup baik untuk hal-hal visual seperti desain dan fotografi, menurut mereka gua ini pintar terutama untuk ilmu-ilmu teknis. Tapi ternyata itu semua ga cukup untuk gua bisa bertahan di tempat yang aman selama masa studi ini.
Katakanlah gua pengecut, karena tidak berani melangkah keluar dari zona ini. Well, selama 3.5 tahun ini gua mencari-cari ketertarikan lain di bidang ilmu ini dan ternyata gua cukup tertarik dengan ilmu perkotaan dan politik dalam arsitektur. Tapi lagi-lagi ketertarikan itu belum mampu membawa gua kemana-mana. Wacana akan pindah sering banget gua lempar, ya tapi toh akhirnya gua tidak kemana-mana. Gua sudah menemukan lingkaran pertemanan yang menyenangkan dan gua terlalu sayang dan takut untuk bilang ke orang tua gua karena waktu dan materi yang sudah gua habiskan untuk studi ini. Sudah 3.5 tahun dan masalah gua tidak berubah walaupun gua sangat sadar akan keinginan gua.
Ini semua akhirnya menggerogoti mental gua. Ditambah masalah-masalah lain yang tidak usah gua bahas disini. Banyaklah kejadian-kejadian yang mirip sama apa yang sedang gua alami saat ini, apalagi di arsitektur. Sudah banyak gua denger cerita senior yang menghilang gitu aja karena depresi, yang diam-diam ternyata sudah sampai konsultasi ke psikiater, yang akhirnya menyerah karena memang itu yang terbaik untuk keadaannya. Tapi berapa banyak sih dari kita yang aware sama keadaan ini.
Kata temen gua, ketahanan orang terhadap sesuatu itu ada batasnya walaupun kadang kita suka membandingkan orang itu dengan kita. Kadang kita suka lupa kalau ada hal-hal lain yang bisa mempengaruhi kemampuan dan kinerja sesorang. Kita sering kali berbesar kepala, walaupun kadang baik juga sih buat men-encourage orang lain, menyamakan keadaan kita dan mereka. Katakanlah ini pembelaan diri dari gua, tapi kesehatan dan kestabilan mental itu jelas dapat mempengaruhi kinerja seseorang dan pada kenyataannya banyak juga kasus yang sudah terjadi. Dimana akhirnya mahasiswa yang memilih untuk mengakhiri kehidupannya karena orang sekitarnya bahkan tidak merasa kalau ada hal lain yang terjadi di dalam diri mereka, kesehatan mental yang menurun.
Kata temen gua, ketahanan orang terhadap sesuatu itu ada batasnya walaupun kadang kita suka membandingkan orang itu dengan kita. Kadang kita suka lupa kalau ada hal-hal lain yang bisa mempengaruhi kemampuan dan kinerja sesorang. Kita sering kali berbesar kepala, walaupun kadang baik juga sih buat men-encourage orang lain, menyamakan keadaan kita dan mereka. Katakanlah ini pembelaan diri dari gua, tapi kesehatan dan kestabilan mental itu jelas dapat mempengaruhi kinerja seseorang dan pada kenyataannya banyak juga kasus yang sudah terjadi. Dimana akhirnya mahasiswa yang memilih untuk mengakhiri kehidupannya karena orang sekitarnya bahkan tidak merasa kalau ada hal lain yang terjadi di dalam diri mereka, kesehatan mental yang menurun.
Karena pemikiran inilah akhirnya gua lebih sering diam, menyimpan semuanya atau ya nulis gajelas kayak gini. Gua terlalu skeptis sama orang-orang dan gua rasa teman-teman gua juga udah capek denger keluhan dan kegelisahan gua. Syukur-syukur kalau memang ada yang baca tulisan ini dan mengerti. Kalau tidak pun at least apa yang sudah gua tahan-tahan ini keluar juga. Pernah suatu kali keadaan gua ini jadi taruhan buat temen-temen gua, apakah gua akan datang ke studio atau nggak. Keadaan ini juga akhirnya membuat gua berpikir mungkin teman-teman gua menganggap gua tidak cukup serius. Terakhir kali bahan presentasi gua akhirnya dipakai karena ya toh gua juga tidak akan datang. Well, gua kesel tapi gua bisa apa. Lama-lama memendam kekesalan juga cuma akan membunuh gua, jadi biarkan saja. Gua tidak ingin mengundang pertengkaran. Ini semua membuat gua akhirnya rendah diri, menganggap diri gua tidak bisa, menganggap diri gua sebenarnya tidak cukup penting, menganggap kalau gua ini sangat remeh di mata teman-teman gua. Dulu, ketika gua merasa seperti itu gua akan berjuang. Tapi rasa-rasanya amunisi perjuangan gua sudah habis dimakan ketakutan dan kekhwatiran gua akan masa depan.
Semoga saja gua bisa melalui ini semua dan semua perjuangan dan perjalanan ini tidak sia-sia. Setidaknya, gua dapat ilmu dan pengalaman serta semoga saja pendewasaan diri. Aamin.