3.20.2017

One Question (or more) A Day or A Week? We'll See Later

Gua tumbuh besar dengan sebuah ketakutan yang sebenarnya bisa dihentikan, ketakutan untuk bertanya, ditanya, maupun menjawab pertanyaan. Gua selalu takut dianggap bodoh dan merasa jawaban atau pertanyaan gua adalah sebuah lelucon untuk teman-teman gua ataupun guru gua. Mengkerdilkan diri, mungkin itu cukup bisa menggambarkan diri gua semasa sekolah. Gua ga mau jadi pusat perhatian, yang berakhir pada ketidakpekaan gua terhadap apa yang sedang gua pelajari. Karena seharusnya rasa ingin tahu adalah hal paling dasar yang dimiliki oleh seorang scholar kan?

Berangkat dari hal itu, gua mau mencoba menantang diri gua sendiri, bertanya tentang apa yang memang terlintas di pikiran. Selain jadi ajang pelarian diri dari masalah dan pikiran-pikiran negatif yang menggrogoti gua, rasanya ini bisa jadi satu hal yang berguna buat kesehatan pikiran dan mental gua juga semoga saja untuk orang lain yang membaca tulisan atau bahasan gua mengenai suatu hal yang membuat gua penasaran. Gua ingin waktu 'istirahat' gua saat ini bisa bermanfaat, at least buat gua.

Gua sering banget bengong atau mungkin kerennya merenung. Saat di kereta selama perjalanan pulang ataupun menuju kampus, di atas motor ojek online menuju rumah, dijeda karena kekaguman membaca sebuah tulisan (perasaan 'anjir kenapa kepikiran hal-hal kayak gini ya?'), di kamar mandi, atau bahkan sebelum tidur. Pertanyaan yang muncul karena waktu-waktu ini banyak banget dan sering kali bukan sesuatu yang berkaitan dengan desain. Mungkin arsitektur, tapi lebih ke aspek yang lebih luas. Tidak jarang juga pertanyaan-pertanyaan sepele sehari-hari seperti kenapa ibu-ibu seneng banget dorong-dorong di dalam kereta.

Gua senang mengamati dan melakukan riset kecil, walaupun seringnya ngga komprehensif, untuk menyenangkan diri gua. Sebuah pencapaian kecil dan pengetahuan baru. Tapi sayangnya hal ini ga pernah gua dokumentasikan, sering kali hanya berupa celotehan gua saat mengoborol dengan teman-teman. Sampai akhirnya nanti akan muncul pertanyaan yang sama, karena sering kali gua lupa pernah nanya hal itu. Makanya gua mau mencoba menuliskan apa yang ada di kepala supaya kepala ini ngga melulu berisik dan syukur-syukur sih bisa dikembangkan ke hal-hal yang lebih besar lagi. Buat platform, gua gatau mending pakai blog ini, tumblr yang isinya curhatan receh (walaupun seharusnya sebuah curhatan tidak mengurangi kredibilitas pemikiran dan rasa ingin tahu sih...), atau bikin alamat baru pakai akun ini aja. Kita lihat saja nanti enaknya gimana.


Jadi pertanyaan hari ini, atau minggu ini, adalah:

"Dengan jumlah luas tanah Indonesia yang sangat besar, kenapa masih ada saja orang yang tidak punya kemewahan itu? Lalu bagaimana dengan yang tercantum dalam UUD 45, dimana dinyatakan bahwa tanah seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat? Jadi tanah itu milik siapa dan untuk siapa? Rakyat atau developer?" 

P.S: Behubung pertanyaan ini beranak-pinak, mungkin ini akan ditulis selama 3 hari-1minggu, karena kan harus ada riset kecil-kecilan dulu ya supaya tulisannya jadi kredibel. 

3.12.2017

berhenti membandingkan

berbahagia
dan
bersyurkurlah



tarik napas
lalu
istirahatlah sejenak



ketika kamu siap

berlarilah

semampumu
sekuat tenagamu





mereka bilang,
"usaha tidak akan pernah mengkhianti hasil"






maka
beristirahatlah
tapi ingatlah
untuk tidak pernah berhenti






lalu





berdamailah
mungkin ini memang belum waktumu



bersyukurlah
mungkin ini saatmu untuk belajar



berbahagialah
mungkin Tuhan dan semesta memberikanmu waktu untuk berpikir





hidup ini
bukan melulu tentang orang lain



tapi juga
tentang dirimu
tentang keberhasilanmu

menang atas dirimu sendiri






Ditulis untuk menenangkan diri, sebagai pengingat untuk mencoba berdamai dengan waktu dan juga diri ini.